PROPOSAL PENELITIAN
Pengaruh Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Provinsi Sumatera Barat
OLEH :
Bagus Alip Guntoro (
10114116 )
DhedeArya Setyawan (
10114006 )
PROGRAM STUDI
S1 FARMASI
FAKULTAS
FARMASI
INSTITUT ILMU
KESEHATAN
I.
Judul Penelitian : Pengaruh Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Provinsi Sumatera Barat
II. Latar
Belakang
Negara Republik Indonesia menganut asas
desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan
pada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Menurut Undang-undang No.22
Tahun 1999 Pasal 1 dikatakan bahwa yang dimaksud otonomi daerah adalah
kewenangan daerah otonom, yang selanjutnya disebut daerah, untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat sesuai dengan perundang-undangan. ,Dengan adanya otonomi,
daerah dipacu untuk dapat berkreasi mencari sumber penerimaan daerah. Pemerintah
Daerah sebagai satuan yang diberi wewenang untuk mengatur diri sendiri sesuai
otonomi daerah membutuhkan sumber-sumber pembiayaan yang cukup. Namun, Pemerintah
Pusat tidak dapat memberikan sepenuhnya pembiayaan kepada daerah, maka kepada
daerah diberikan kewajiban dan wewenang untuk menggali sumber-sumber keuangan
daerahnya sendiri.
Sumber-sumber pendanaan pelaksanaan
pemerintah daerah atas Pendapatan Asli Daerah (PAD), dana perimbangan, pinjaman
daerah dan pendapatan yang sah lainnya. PAD, yang salah satunya berupa pajak
daerah, diharapkan menjadi salah satu sumber pembiayaan penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan daerah, untuk meningkatkan dan memeratakan
kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, daerah mampu melaksanakan otonomi,
yaitu mampu mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
Semakin besar pajak dan retribusi
daerah yang diterima otomatis semakin meningkatkan PADnya. Kemandirian
Pemkab/Pemko dapat dilihat dari besarnya PAD yang diperoleh Pemkab/Pemko.
Semakin besar pajak dan retribusi yang diperoleh oleh kabupaten dan kota
tersebut dalam membiayai pengeluaran untuk melaksanakan wewenang dan tanggung
jawabnya kepada masyarakat seperti membantu dan memfasilitasi sarana dan
prasarana masyarakat. Retribusi daerah merupakan pembayaran wajib dari penduduk
kepada Negara dikarenakan ada jasa tertentu yang diberikan oleh pemerintah
daerah kepada individu secara perorangan. Pungutan dari masyarakat ini akan
menjadi sumber pendapatan bagi daerah tersebut, dan bisa dijadikan sumber utama
pendapatan daerah selain pajak daerah, bagian laba usaha daerah maupun
nilai-nilai PAD yang sah.
Provinsi
Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di pulau Sumatera yang memiliki
beraneka ragam sumber jasa yang dapat dikenakan pajak dan retribusi. Mulai dari
sector pariwisata sampai dengan jasa-jasa yang disediakan oleh pihak swasta.
Daerah-daerah yang cukup potensial di Sumatera Barat antara lain Pemerintah
Kota Padang, Pemerintah Agam dan Kabupaten Padang Pariaman, yang banyak
memiliki sector industry dan pariwisata yang dapat dikenakan tarif pajak daerah
dan retribusi. Dari pajak daerah dan retribusi inilah yang akan menyumbang ke
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Sumatera Barat.
Oleh karena itu, melihat pentingnya pengaruh pajak daerah
dan retribusi daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah di Sumatera Barat yang
pada akhirnya akan mempengaruhi total pendapatan daerah pada masa yang akan
datang. Dengan ini penulis tertarik meneliti melalui penulisan skripsi yang
berjudul : “Pengaruh
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Provinsi Sumatera Barat”
III.
Rumusan
Masalah
Pajak dan retribusi merupakan salah satu sektor yang
potensial untuk penerimaan PAD Kota Padang. Namun perlu diteliti lebih lanjut
tentang :
1. Bagaimana
pengaruh pajak daerah dan retribusi daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah
(PAD).
2. Bagaimana
pengaruh pajak daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).
3. Bagaimana
pengaruh retribusi daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).
IV. Tujuan
dan Manfaat Penelitian
4.1
Tujuan
Penelitian
1. Untuk mengetahui persentase pengaruh
penerimaan pajak dan retribusi berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah pada
pemerintahan kabupaten/pemerintah di Sumatera Barat
3. Untuk mengetahui dan menganalisis
besarnya pengaruh retribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah
4.2
Manfaat
Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Menambah
wawasan mahasiswa tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
2. Sebagai
bahan masukan bagi pemerintahan dalam menetapkan kebijakan dan bagaimana
sebaiknya pemerintahan memperlakukannya meningkat dari tahun ke tahun.
3. Sebagai
bahan rujukan atau tambahan referensi untuk penelitian selanjutnya.
4.3 Batasan
Penelitian
1. Variabel
independent yang diteliti adalah pajak daerah dan retribusi daerah untuk
kabupaten/kota.
2. Objek
penelitian adalah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat
3. Data
yang digunakan adalah tahun 2012-2013
V.
LANDASAN
TEORI
5.1
Pajak
5.1.1
Pengertian
Pajak
Menurut Rochmat Soemitro (guru besar hukum pajak)
pajak merupakan iuran rakyat kepada kas Negara (peralihan kekayaan dari sektor
partikulir ke sektor pemerintahan) berdasarkan UU (dapat dipaksakan) dengan
tiada mendapat jasa timbal (tegen prestasi) yang langsung dapat ditunjuk dan
digunakan untuk membiayai pengeluaran umum. Sedangkan menurut Undang-undang
No.28 tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas UU No 6 tahun 1983 tentang
Ketentuan umum dan Tata Cara perpajakan menyebutkan bahwa pajak adalah
kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besar
kemakmuran rakyat
5.1.2
Fungsi
Pajak
Terdapat beberapa fungsi pajak diantaranya yaitu :
a. Revenue
Fungsi penerimaan atau dikenal pula dengan istilah
fungsi bugetair adalah fungsi utama dari pemungutan pajak. Pajak digunakan
sebagai alat penyokong utama pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan yang
meliputi belanja rutin pemerintah, belanja pembangunan, belanja untuk keperluan
legislasi dan yudikasi, serta pembiayaan lainnya.
b. Redistribution
Pajak yang dipungut negara selanjutnya akan
dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk penyediaan fasilitas public di
seluruh wilayah negara.
c. Repricing
Fungsi ini sama pengertiannya dengan fungsi
regulerent (mengatur) yang lebih sering digunakan dalam literature perpajakan.
Pajak digunakan sebagai alat untuk mengatur atau mencapai tujuan tertentu.
Contoh nyata dari fungsi ini adalah PPnBM dan pajak terhadap minuman keras.
d. Representation
(Legalitas Pemerintahan)
Mengimplikasikan bahwa pemerintah membebani pajak
atas warga negara, dan warga negara meminta akuntabilitas dari pemerintah.
5.1.3
Penggolongan
Pajak
a. Berdasarkan
Wewenang Pemungutannya
1) Pajak
negara : pajak yang wewenang pemungutannya dimiliki oleh Pemerintah Pusat.
2) Pajak
daerah : pajak yang wewenang
pemungutannya dimiliki oleh Pemerintah Daerah.
b.
Berdasarkan Administrasi dan Pembebanan
1) Pajak
langsung, yaitu pajak yang dipungut Pemerintah kepada Wajib Pajak dan tidak
dapat dilimpahkan kepada orang lain.
2) Pajak
tidak langsung, yaitu pajak yang dipungut pemerintah kepada Wajib Pajak secara
tidak langsung dan dapat dilimpahkan ke orang lain.
c. Berdasarkan
Sasaran
1) Pajak
subjektif, yaitu pajak yang memperhatikan pertama-tama keadaan pribadi Wajib Pajak,
seperti pajak penghasilan.
2) Pajak
objektif, yaitu pajak yang memperhatikan pertama-tama pada objek (benda,
peristiwa, perbuatan, atau keadaan) yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar
pajak, seperti PPN dan PPnBM.
5.1.4
Sistem
Pemungutan Pajak
Hingga saat ini terdapat 3 sistem
pemungutan pajak yaitu :
a.
Official Assesment
System : melalui sistem ini Wajib Pajak bersifat pasif karena besarnya pajak
ditentukan oleh fiskus dengan mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak. Wajib Pajak
baru aktif ketika melakukan penyetoran pajak terutang berdasarkan ketetapan SKP
tersebut.
b.
Self Assesment System :
dalam sistem ini Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk melakukan
kegotongroyongan nasional melalui sistem menghitung dan membayar sendiri pajak
terutang. Selain itu Wajib Pajak juga diwajibkan untuk melaporkan secara
teratur jumlah pajak yang terutang dan yang telah dibayarkan sebagaimana
ditentukan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan. Pemerintah, dalam hal
ini aparat perpajakan, sesuai dengan fungsinya berkewajiban melakukan
pembinaan, penelitian, dan pengawasan terhadap pelaksanaan kewajiban perpajakan
Wajib Pajak.
c.
Withholding Tax System:
dengan sistem ini pemungutan dan pemotongan pajak dilakukan melalui pihak
ketiga. Dalam prakteknya dimasa sekarang contoh sistem ini adalah pada
pemotongan PPh pasal 21 oleh pihak lain.
5.1.5
Asas
Pemungutan Pajak
Terdapat 3 asas dalam pemungutan
pajak yaitu :
a. Asas
Domisili, yaitu bahwa pajak dibebankan pada pihak yang tinggal dan berada di
wilayah suatu negara tanpa memperhatikan sumber atau asal objek pajak yang diperoleh.
b. Asas
Sumber, yaitu bahwa pembebanan pajak oleh negara hanya terhadap objek pajak
yang bersumber atau berasal dari wilayah teritorialnya tanpa memeperhatikan
tempat tinggal wajib pajak.
c. Asas
Kebangsaan, yaitu bahwa status kewarganegaraan seseorang menentukan pembebanan
pajak terhadapnya.
5.1.6
Cara
Pemungutan Pajak
a. Stelsel
Riil atau Nyata
Merupakan
cara pengenaan pajak yang didasarkan pada objek pajak yang sesungguhnya, yang
benar-benar ada, dan dapat ditunjuk. Sebagai contoh, dalam pajak penghasilan,
yang dimaksud penghasilan disini adalah penghasilan sesungguhnya yang diperoleh
atau diterima dalam satu tahun baru diketahui pada akhir tahun sehingga
pengenaan pajaknya baru dapat dilakukan pada akhir tahun tersebut.
b. Stelsel
Fiktif
Merupakan
cara pengenaan pajak yang didasarkan pada suatu anggapan yang dilegalkan oleh
undang-undang. Sebagai contoh, penetapan besaran angsuran pajak diawal tahun
yang didasarkan pada anggapan bahwa pendapatan tahun ini adalah sama dengan
ditahun lalu.
c. Stelsel
Campuran
Pada
dasarnya merupakan gabungan antara stelsel riil dan stelsel fiktif. Pada awal
tahun pajak menggunakan stelsel fiktif dan setelah akhir tahun menggunakan
stelsel riil. Contohnya adalah pajak penghasilan.
5.1.7
Syarat
Pemungutan Pajak
a. Syarat
Keadilan, yaitu pemungutan pajak dilaksanakan secara adil baik dalam peraturan
maupun realisasi pelaksanaannya.
b. Syarat
Yuridis, yaitu pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang yang ditujukan
untuk menjamin adanya hukum yang menyatakan keadilan yang tegas, baik untuk
negara maupun untuk warganya.
c. Syarat
Ekonomis, yaitu pemungutan pajak tidak boleh mengahambat ekonomi rakyat,
artinya pajak tidak boleh dipungut apabila justru menimbulkan kelesuan
perekonomian rakyat.
d. Syarat
Finansial, yaitu pemungutan pajak dilaksanakan dengan pedoman bahwa biaya
pemungutan tidak boleh melebihi hasil pemungutannya.
e. Syarat
Sederhana, yaitu sistem pemungutan pajak harus dirancang sesederhana mungkin
untuk memudahkan pelaksanaan hak dan kewajiban Wajib Pajak.
5.1.8
Undang-Undang
Perpajakan
Undang-undang
perpajakan di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu :
a.
Undang-undang Pajak
Formal
Ini merupakan bagian undang-undang pajak yang
menyangkut cara-cara untuk melaksanakan undang-undang pajak material, dimana
Wajib Pajak membayar pajak, untuk melindungi kepentingan hak fiskus maupun
Wajib Pajak. Yang termasuk dalam kategori undang-undang pajak formal adalah
Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan (UU KUP), Undang-undang Pengadilan Pajak (UU PP), dan
Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (UU PPSP).
b.
Undang-undang Pajak
Material
Ini merupakan bagian undang-undang yang menyangkut
timbulnya hutang pajak, besarnya utang pajak, hapusnya utang pajak, dan hubungan
hukum antara fiskus dan Wajib Pajak. Yang termasuk dalam kategori undang-undang
pajak material adalah Undang-undang Pajak Penghasilan (UU PPh), Undang-undang
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN dan PPnBM),
Undang-undang Pajak Bumi dan Bangunan (UU PBB), Undang-undang Bea Perolehan Ha
katas Tanah dan Bangunan (UU BPHTB), dan sebagainya.
5.2
Pajak
Daerah
5.2.1
Pajak
Hotel
Pajak Hotel dipungut
pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel dengan pembayaran termasuk jasa
penunjang sebagai kelengkapan hotel yang sifatnya memberikan kemudahan dan
kenyamanan, termasuk fasilitas olah raga dan hiburan. yang dimaksud dengan jasa
penunjang disini adalah fasilitas telepon, faximilie, teleks, internet,
fotocopy, pelayanan cuci, seterika, transportasi dan fasilitas sejenis lainnya
yang disediakan atau dikelola oleh hotel.
Pada pajak hotel yang menjadi subjek
pajak adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas pelayanan
hotel. Sementara yang menjadi wajib pajak adalah pengusaha hotel, yaitu orang
pribadi atau badan dalam bentu apapun yang di dalam lingkungan perusahaan atau
pekerjaannya melakukan usaha di bidang penginapan. Sedangkan objek hotel adalah
pelayanan yang disediakan oleh hotel dengan pembayaran, termasuk pelayanan
seperti fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek, pelayanan
penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan atau tempat tinggal yang
sifatnya memberikan kemudahan atau kenyamana, fasilitas olahraga dan hiburan yang
disediakan khusus untuk tamu hotel, jasa penyewaan ruangan untuk kegiatan acara
atau pertemuan di hotel.
5.2.2
Pajak
Reklame
Pajak Reklame dipungut pajak atas
penyelenggaraan reklame. Pengenaan pajak reklame tidak mutlak ada pada setiap
daerah di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada
pemerintah kabupaten/kota untuk mengenakan atau tidak suatu jenis pajak.
Subjek Pajak Reklame adalah orang pribadi atau badan
yang menggunakan reklame. Wajib Pajak Reklame adalah orang pribadi atau badan
yang menyelenggarakan reklame. Dalam hal reklame diselenggarakan sendiri secara
langsung oleh orang pribadi atau badan,maka Wajib Pajak Reklame adalah orang
pribadi atau badan tersebut. Dalam hal reklame diselenggarakan melalui pihak
ketiga, pihak ketiga tersebut menjadi WajibPajak Reklame. Untuk dasar pengenaan
pajak reklame adalah nilai sewa reklame. Besarnya tarif pajak reklame
ditetapkan paling tinggi sebesar 10% dan ditetapkan sesuai peraturan daerah
yang bersangkutan.
5.2.3
Pajak
Penerangan Jalan
Pajak Penerangan Jalan dipungut pajak atas setiap
penggunaan tenaga listrik. Objek Pajak Penerangan Jalan adalah penggunaan
tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun yang diperoleh dari sumber
lain. Adapun listrik yang dihasilkan sendiri meliputi seluruh pembangkit tenaga
listrik. Dikecualikan dari objek Pajak Penerangan Jalan adalah:
a. penggunaan
tenaga listrik oleh Instansi Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan
PemerintahDaerah;
b. penggunaan
tenaga listrik pada tempat-tempat yang digunakan oleh Kedutaan, Konsulatdan
Perwakilan Asing dengan asas timbal balik;
c. penggunaan
tenaga listrik yang dihasilkan sendiri, yang tidak memerlukan izin dari
instansiteknis dengan kapasitas terpasang di bawah 200 KVA.
d. Penggunaan
tenaga listrik yang khusus digunakan untuk tempat ibadah, panti jompo,panti
asuhan.
Subjek Pajak Penerangan Jalan adalah orang pribadi
atau badan yang menggunakan tenaga listrik.Wajib Pajak Penerangan Jalan adalah
orang pribadi atau badan yang menggunakan tenaga listrik. Dalam hal tenaga
listrik disediakan oleh sumber lain maka Wajib Pajak Penerangan Jalan adalah
penyedia tenaga listrik.
Dasar pengenaan Pajak Penerangan Jalan adalah Nilai
Jual Tenaga Listrik. Nilai Jual Tenaga Listrik ditetapkan:
a. dalam
hal tenaga listrik berasal dari sumber lain dengan pembayaran, Nilai Jual
TenagaListrik adalah jumlah tagihan biaya beban/tetap ditambah dengan biaya
pemakaian kwh/variabel yang ditagihkan dalam rekening listrik;
b. dalam
hal tenaga listrik dihasilkan sendiri, Nilai Jual Tenaga Listrik dihitung
berdasarkankapasitas tersedia, tingkat penggunaan listrik, jangka waktu
pemakaian listrik, dan harga satuan listrik yang berlaku.
Tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan sebesar 10 %
(sepuluh persen). Penggunaan tenaga listrik dari sumber lain oleh industri,
pertambangan minyak bumi dan gasalam, tarif pajak penerangan jalan ditetapkan
sebesar 3 % (tiga persen). Penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri,
tarif pajak penerangan jalan ditetapkan sebesar 1,5 % (satu koma lima persen).
5.2.4
Pajak
Mineral Bukan Logam dan Batuan
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan dipungut pajak
atas setiap kegiatan pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan. Objek Pajak
Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah asbes, batu tulis, batu setengah permata,
batu kapur, batu apung, batu permata, bentonit, dolomit, feldspar, garam batu
(halite), grafit, granit/andesit, batu yeti, gips, kalsit, kaolin, leusit,
magnesit, mika, marmer, nitrat, opsidien, oker, pasir, batu dan kerikil
(sirtukil), pasir kuarsa, batu silika, batu rijang, perlit, phospat, talk,
tariah serap (fullers earth), tanah diatome, tanah liat, tawas (alum), tras,
pasir putih, pasir gunung, tanah urug, yarosit, zeolite, basal, trakkit, dan mineral
bukan logam dan batuan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
Sedangkan yang bukan merupakan objek Pajak Mineral
Bukan Logam dan Batuan adalah :
a. kegiatan
pengambilan mineral bukan logam dan batuan yang nyata-nyata tidakdimanfaatkan
secara komersial, seperti kegiatan pengambilan tanah untuk keperluan rumah tangga, pemancangan tiang
listrik/telepon, penanaman kabel listrik/telepon, penanaman pipa air/gas;
b. kegiatan
pengambilan mineral bukan logam dan batuan yang merupakan ikutan dari kegiatan
pertambangan lainnya, yang tidak dimanfaatkan secara komersial.
Subjek Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah
orang pribadi atau badan yang dapatmengambil mineral bukan logam dan batuan. Wajib
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah orang pribadi atau badan yang mengambil
mineral bukan logam dan batuan.
Dasar pengenaan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
adalah Nilai Jual Hasil Pengambilan mineral bukan logam dan batuan. Nilai jual
dihitung dengan mengalikan volume/tonasehasil pengambilan dengan nilai pasar
atau harga standar masing-masing jenis mineral bukan logam dan batuan. Nilai pasar
adalah harga rata-rata yang berlaku diwilayah setempat.Dalam hal nilai pasar
dan hasil produksi mineral bukan logam dan batuan sulit diperoleh, maka
digunakan harga standar yang ditetapkan olehinstansi yang berwenang dalam
bidang pertambangan mineral bukan logam dan batuan. Tarif Pajak Mineral Bukan
Logam dan Batuan ditetapkan sebesar 25 % (berdasarkan Perda Kota Padang Tahun
2012 tentang Perubahan atas Perda Kota Padang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Pajak
Daerah).
5.2.5
Pajak
Air Tanah
Pajak Air Tanah dipungut pajak atas kegiatan
pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. Objek Pajak Air Tanah adalah pengambilan
dan/atau pemanfaatan air tanah. Dikecualikan dari objek pajak adalah pengambilan
dan/atau pemanfaatan air tanah untuk keperluan dasar rumah tangga, pengairan
pertaniandan perikanan rakyat, serta peribadatan.
Yang menjadi subjek Pajak Air Tanah
adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan
Air Tanah. Sedangkan yang menjadi wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan
yang melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah.
Dasar Pengenaan Pajak Air Tanah adalah nilai
perolehan air tanah. Nilai perolehan air tanah dinyatakan dalam rupiah yang dihitung
dengan mempertimbangkan sebagian atau seluruh faktor-faktor tertentu. Adapun
faktor-faktor tersebut adalah : jenis sumber air, lokasi sumber air, tujuan
pengambilan dan/atau pemanfaatan air, volume air yang diambil dan/atau
dimanfaatkan, kualitas air, dan tingkat kerusakan lingkungan yang diakibatkan
oleh pengambilan dan/atau pemanfaatanair. Sedangkan untuk tarif Pajak Air Tanah
ditetapkan sebesar 20 % ( dua puluh persen ).
5.2.6
Pajak
Restoran
Pajak Restoran dipungut pajak atas pelayanan yang
disediakan oleh restoran. Yang menjadi objek Pajak Restoran adalah pelayanan
yang disediakan oleh restoran meliputi pelayanan penjualan makanan dan/atau yang
dikonsumsi oleh pembeli, baik dikonsumsi ditempat pelayanan maupun ditempat
lain termasuk jasa boga/catering. Tidak termasuk objek Pajak Restoran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelayanan yang disediakan oleh
restoran yang nilai penjualannya kurang dari Rp. 5.000.000,-/bulan.
Subjek Pajak Restoran adalah orang pribadi atau
badan yang membeli makanan dan/atau minuman dari restoran. Wajib Pajak Restoran
adalah orang pribadi atau badan yang mengusahakan restoran. Dasar pengenaan pajak
adalah jumlah pembayaran yang diterima atau yang seharusnyaditerima
restoran.Tarif Pajak Restoran ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen).
5.3
Retribusi Daerah
5.3.1
Pengertian Retribusi
Menurut Erly Suandy (2005: 242), Retribusi adalah pemungutan
yang dilakukan oleh negara sehubungan dengan penggunaan jasa-jasa yang
disediakan oleh negara. Retribusi yang dipungut oleh pemerintah Indonesia
sekarang diatur dalam Undang-undanng Nomor 18 Tahun 1997 sebagaimana yang telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah. Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan retribusi adalah
pungutan sebagai pembayaran atas jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah
dengan
objek sebagai berikut:
a. Jasa umum, yaitu jasa untuk
kepentingan dan pemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau
badan;
b.
Jasa usaha, yaitu jasa yang menganut prinsip komersial
karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta;
c. Perizinan tertentu, yaitu kegiatan
pemda dalam rangka pembinaa, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan atas kegiatan,
pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau
fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian
lingkungan.
Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran
atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau
diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi
atau badan.
Ada
beberapa ciri yang melekat pada retribusi daerah yang saat ini dipungut di
Indonesia adalah sebagai berikut (Siahaan, 2005: 7):
a. Retribusi merupakan pungutan yang di
pungut berdasarkan undang-undang dan peraturan daerah yang berlaku;
b.
Hasil penerimaan retribusi masuk ke kas pemerintah daerah;
c.
Pihak yang membayar retribusi mendapatkan kontraprestasi
(balas jasa) secara langsung dari pemerintah daerah atas pembayaran yang
dilakukannya;
d.
Retribusi terutang apabila ada jasa yang di selenggarakan
oleh pemerintah daerah yang di nikmati oleh orang atau badan;
e. Sanksi yang dikenakan pada retribusi
daerah adalah sanksi secara ekonomi, yaitu jika tidak membayar retribusi, tidak
akan memperoleh jasa yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah.
Retribusi
daerah merupakan bagian dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang diharapkan
menjadi salah satu sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintah dan meratakan
kesejahteraan masyarakat.Daerah kabupaten/kota diberi kewenangan dalam menggali
potensi sumber-sumber keuntungannya dengan menetapkan jenis retribusi selain
yang telah di tetapkan, sepanjang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dan
sesuai dengan aspirasi masyarakat.
5.3.2
Objek Retribusi Daerah
Objek retribusi daerah terdiri dari:
a. Jasa umum, yaitu berupa pelayanan
yang disediakan atau diberikan Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan
kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan;
b. Jasa usaha, yaitu berupa pelayanan
yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial;
c. Perizinan tertentu, yaitu kegiatan
tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi
atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan,
pengendalian, dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber
daya alam, barang, prasarana, saran, atau fasilitas tertentu guna melindungi
kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.
5.3.3
Subjek Retribusi Daerah
Subjek retribusi daerah sebagai berikut:
a. Retribusi jasa umum adalah orang
pribadi atau badan yang menggunakan/menikmati pelayanan jasa umum yang
bersangkutan.
b. Retribusi jasa usaha adalah orang
pribadi atau badan yang menggunakan/menikmati pelayanan jasa usaha yang
bersangkutan.
c. Retribusi perizinan tertentu adalah
orang pribadi atau badan yang memperoleh izin tertentu dari Pemerintah Daerah.
5.3.4
Petunjuk Teknis Pemungutan Retribusi
Daerah
Terdapat beberapa pertimbangan untuk menyusun petunjuk teknis
pemungutan retribusi daerah, sebagai berikut:
a. Adanya perbedaan karakteristik
pelayanan yang ada pada masing-masing unit SKPD pemungut retribusi, yang salah
satunya berakibat adannya perbedaan sarana pemungutan retribusi daerah, dimana
ada SKPD yang memakai Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKPD) dan yang memakai
karcis.
b. Diperlukannya kepastian hukum atas
kewenangan petugas pelaksana pemungutan retribusi daerah untuk menghindari
adanya pelanggaran administrasi.
5.3.5
Sistem dan Tata Cara Pemungutan
Retribusi
a. Sitem Pemungutan Retribusi
Menurut Erly Suandy (2005: 246), sistem pemungutan retribusi
daerah Adalah system official assessment , yaitu pemungutan retribusi daerah
berdasarkan penetapan Kepala daerah dengan menggunakan Surat Ketetapan
Retribusi Daerah (SKRD) atau dokumen lainnya yang dipersamakan. Wajib retribusi
setelah menerima SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan tinggal melakukan
pembayaran menggunakan Surat Setoran Retribusi Daerah (SSRD) pada kantor pos
atau bank persepsi. Jika wajib retribusi tidak atau kurang membayar akan
ditagih menggunkan Surat Tagihan Retribusi Daerah (STRD).
b. Tata Cara Pemungutan Retribusi
Tidak terdapat perbedaan dalam tata cara pemungutan dalam
Undang- undang 18 Tahun 1997 maupun Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000, berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah Paasal 12
menyebutkan bahwa tata cara pelaksanaan pemungutan retribusi ditetapkan Kepala
Daerah. Pemungutan retribusi daerah tidak dapat diborongkan. Retribusi dipungut
dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.
5.3.6
Cara Perhitungan Retribusi Terhutang
Besarnya retribusi yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang menggunakan jasa atau perizinan tertentu dihitung dengan cara
mengalikan tari pajak dengan tingkat penggunaan jasa. Dengan demikian, besarnya
retribusi yang terutang dihitung berdasarkan tarif retribusi dan
tingkat penggunaan jasa dengan rumus berikut ini:
Retribusi
Terutang = Tarif Retribusi x Tingkat Penggunaan Jasa
a. Tingkat Penggunaan Jasa
Tingkat penggunaan jasa dapat dinyatakan senagai kuantitas
penggunaan jasa sebagai dasar alokasi beban biaya yang dipikul daerah untuk
penyelenggaraan jasa yang bersangkutan. Misalnya: beberapa kali masuk tempat
rekreasi, beberapa kali/berapa jam parkir kendaraan.
Akan tetapi ada pula penggunaan jasa yang tidak dapat dengan
mudah diukur.Dalam hal ini tingkat penggunaan jasa mungkin perlu tingkat
berdasarkan rumus. Misalnya: mengenai izin bangunan, tingkat penggunaan jasa
dapat ditaksir dengan rumus yang didasarkan atas luas tanah, luas lantai
bangunan, jumlah tingkat bangunan, dan rencana penggunaan bangunan.
b. Tarif Retribusi
Tarif retribusi adalah nilai rupiah atau presentase tertentu
yang ditetapkan dalam perda 1 tahun 2006 tentang retribusi daerah. Tarif dapat
ditentukan sergam atau dapat diadakan perbedaan mengenai golongan tarif sesuai
dengan prinsip dan sasaran tarif tertentu, misalnya: perbedaan retribusi tempat
rekreasi antara anak dan dewasa, retribusi parkir antara sepeda motor dan
mobil, retribusi pasar antara kios dan los, retribusi sampah antara rumah
tangga dan industry. Besarnya tarif dapat dinyatakan dalam rupiah per unit
tingkat penggunaan jasa
5.4
Pengertian
Pendapatan Asli Daerah
Pengertian pendapatan asli daerah
berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pusat dan Daerah Pasal 1 angka 18 bahwa “Pendapatan asli daerah,
selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut
berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.
Menurut Mardiasmo (2002),
“Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan daerah dari sector pajak daerah,
retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah
yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah”.
5.5 Review
Penelitian Terdahulu
Nama
Peneliti
|
Judul
Penelitian
|
Variabel
|
Hasil
Penelitian
|
Ahmad Najib (2006)
|
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) di Kabupaten Kerawang
|
Independent
Pajak daerah, pajak retribusi,
perusahaan milik daerah, serta pendapatan lain yang sah
Dependent
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
|
Secara bersama-sama pajak daerah,
retribusi daerah, perusahaan milik daerah, serta pendapatan lain yang sah
berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan PAD Kabupaten Kerawang.
|
Nurul
Hadi (2008)
|
Optimalisasi Penerimaan Retribusi Daerah dan Pengaruhnya
Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Depok
|
Independent
Retribusi daerah
Dependen
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
|
Penerimaan retribusi daerah
memiliki kontribusi signifikan terhadap perubahan Pendapatan Asli Daerah
(PAD) Kota Depok.
|
5.6
Kerangka
Konseptual dan Hipotesis
5.6.1
Kerangka
konseptual
Pajak
Daerah
(X1)
|
Pendapatan
Asli Daerah
(Y)
|
Retribusi Daerah (X2)
|
Variabel Independen Variabel
Dependen
5.6.2
Hipotesis
H1 : Pajak daerah dan retribusi daerah
berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Ha1
: Ada pengaruh antara pajak daerah dan retribusi daerah terhadap Pendapatan
Asli Daerah (PAD).
H2 : Pajak daerah berpengaruh terhadap
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Ha2 : Pajak daerah berpengaruh
secara positif dan signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD)
H3 : Retribusi daerah berpengaruh
terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Ha3 : Retribusi daerah berpengaruh
secara positif dan signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD)
VI. Metode
Penelitian
6.1 Jenis
Penelitian
Penelitian
ini merupakan penelitian assosiatif, merupakan penelitian yang bertujuan untuk
mengetahui pengaruh antara dua variabel atau lebih (Sugiono, 2006). Pengaruh
yang diteliti pada penelitian ini adalah hubungan sebab akibat (kasual) antara
variabel independen dengan variabel dependen.
6.2
Variabel
Penelitian
Variabel
independen (X) pada penelitian ini adalah pajak daerah dan retribusi daerah.
Variabel dependen (Y) dalam penelitian ini adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD).
6.3 Populasi dan Sampel Penelitian
Menurut
Erlina dan Mulyani (2007) “populasi adalah sekelompok orang, kejadian, sesuatu
yang mempunyai karateristik tertentu”.”sampel adalah bagian populasi yang
digunakan untuk memperkirakan karateristik populasi” berdasarkan definisi
diatas maa menjadi populasi penelitian adalah laporan Realisasi Anggaran
Pemerintah Sumatera Barat. Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karateristik
yang dimiliki populasi tersebut (Sugiyono, 2006). Penelitian ini menggunakan
sampel yang ditentukan dengan menggunakan teknik pengambilan sampel bertujuan
(purposive sampling), yaitu dilakukan dengan mengambil sampel dari populasi
berdasarkan suatu kriteria tertentu.
6.4 Jenis Data
Jenis data yang digunakan adalah
data sekunder. Data yang digunakan untuk penelitian ini adalah data time series dan cross section. Data time
series atau disebut juga data deret waktu merupakan sekumpulan data dari
suatu fenomenan tertentu yang didapat dalam beberapa interval waktu tertentu,
misalnya dalam waktu mingguan, bulanan, tahunan. Sedangkan data cross section atau sering disebut data
satu waktu merupakan sekumpulan data suatu fenomena tertentu dalam kurun waktu
saja. (Umar, 2003)
6.5 Metode
Pengumpulan Data
Untuk dapat memperoleh landasan dan konsep yang kuat agar
dapat memecahkan permasalahan, maka penulis mengadakan penelitian kepustakaan
dengan mempelajari dan mengumpulkan data
dari buku-buku dan jurnal yang yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
2. Metode Basis Data
Dengan cara mengakses data dari
website. Dalam hal ini bisa di akses dari www.djpkd.depdagri.go.id untuk memperolah data mengenai
laporan keuangan.
6.6
Model
Penelitian
Penelitian
ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan menggunakan regresi
linear berganda dengan persamaan :
Y = α + β1x1 +
β2x2 + ε
Keterangan :
Y = Pendapatan Asli Daerah (PAD)
X1 = Pajak Daerah
X2 = Retribusi Daerah
α =
konstanta β1
β2 = koefisien regresi yang menunjukan
angkat peningkatan atau penurunan variabel dependen berdasarkan pada variabel
independen
ε = error
6.7 Metode
Analisis Data
Dalam
penelitian ini, data dianalisis untuk mengetahui hubungan antara variabel
(variabel X dan variabel Y), sehingga dapat ditarik kesimpulan apakah hipotesis
diterima atau ditolak. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan software
statistic berupa SPSS.
6.7.1
Pengujian
Asumsi Klasik
a.
Uji Normalitas
Uji
normalitas bertujuan untuk menguji apakah model dalam model regresi, variabel
pengganggu atau residual memiliki distribusi normal (Ghozalli, 2005). Jika
terdapat normalitas, maka residual akan terdistribusi secara normal dan
independen yaitu perbedaan antara nilai prediksi dengan skor yang sesungguhnya
atau error akan terdistribusi secara simetri di sekitar nilai means sama dengan
nol. Uji normalitas dapat juga dilihat melalui grafik histogram dan grafik
normal plot.
b.
Uji
Multikolinieritas
Uji
multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukannya
adanya korelasi antar variabel bebas (independent). Model yang baik seharusnya
tidak terjadi korelasi di antara variabel independen (Ghozalli, 2005). Untuk
mendeteksi ada atau tidaknya multikolinieritas dapat dilihat dari (1) nilai tolerance dan lawannya (2) variance inflation factor (VIF). Kedua
ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen manakah yang dijelaskan oleh
variabel independen lainnya. Tolerance mengukur
variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh
variabel independen lainnya, jadi nilai tolerance
yang rendah saa dengan VIF tinggi
(karena VIF = 1/Tolerance). Batasan yang dipakai untuk menunjukkan adanya
multikolonieritas adalah nilai Tolerance
<0 atau="" dengan="" i="" nilai="" sama="" style="mso-bidi-font-style: normal;">VIF0>
>10.
c.
Uji Autokorelasi
Uji
ini berguna untuk menguji apakah dalam model regresi linier ada korelasi antara
kesalahan pengganggu pada periode saat ini dengan kesalahan pengganggu pada
periode saat ini dengan kesalahan pengganggu. Masalah ini timbul karena
variabel pengganggu tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Hal
ini sering ditemukan pada data time
series. Menurut Ghozalli (2005) “Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah
dalam model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode
t dengan kesalahan pengganggu pada periode
t-1 (sebelumnya). Pada penelitian ini, autokorelasi diuji dengan
menggunakan uji Durbin-Watson (DW test).
1) Jika
0 < dw < dl berarti ada autokorelasi positif
2) Jika
dl ≤ dw ≤ du berarrti tidak dapat mengambil keputusan apakah autokorelasi
positif terjadi atau tidak
3) Jika
4-dl < dw < 4 berarti ada autokorelasi negatif
4) Jika
4-du ≤ dw ≤ 4-dl berarti tidak dapat mengambil keputusan apakah autokorelasi
negatif terjadi atau tidak
5) Jika
du < dw < d-dl berarti tidak ada autokorelasi baik positif maupun negatif
d.
Uji
Heteroskedastisitas
Uji
heteroskedastisitas regresi linear dapat terjadi bila terjad homokedastisitas
bukan heteroskdastisitas. Menguji apakah dalam sebuah model regresi telah
terjadi ketidaksamaan varian dari residual atas suatu pengamatan lainnya adalah
penting. Jika yang terjadi bahwa variannya tetap, maka ia disebut berada dalam
kondisi homokedastisitas (Umar, 2003). Pada penelitian ini diuji dengan melihat
grafik Scatterplot.
Uji
heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan variance dari residual suatu pengamatan ke pengamatan lain tetap,
maka disebut homokedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas.
Model yang baik adalah homokedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas
(Ghozalli, 2005). Cara yang dipakai dalam penelitian ini untuk mendeteksi ada
atau tidaknya heteroskedastisitas adalahdengan melihat grafik Plot antara nilai
prediksi variabel terikat (dependen) yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID.
Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada
atau tidaknya pola tertentu pada grafik sccaterplot antara SRESID dan ZPRED
dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual
(Yprediksi – Ysesungguhnya) yang telah di-studentized. Dasar analisis yang
dapat digunakan untuk menentukan heteroskedastisitas, antara lain :
1) Jika
ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang
teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), mengidentifikasikan telah
terjadi heteroskedastisitas.
2) Jika
tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah
angka 0 pada sumbu Y, tidak terjadi heteroskedastisitas atau terjadi
homoskedastisitas.
6.7.2
Pengujian
Hipotesis
a. Uji
F (Pengaruh Secara Simultan)
Uji
F digunakan untuk menguji pengaruh variabel independen terhadap variabel
dependen secara bersama-sama. Pengujian dilakukan dengan menggunakan significance level 0.05 (α = 5%).
Penerimaan atau penolakan hipotesis dilakukan dengan criteria berikut :
1) Bila
nilai signifikansi f < 0.05, maka H0 ditolak atau Ha diterima
yang berarti koefisien regresi signifikan, artinya terdapat pengaruh yang
signifikan antara semua variabel independen terhadap variabel dependen
2) Bila
nilai signifikansi f > 0.05, maka H0 diterima atau Ha
ditolak yang berarti koefisien regresi tidak signifikan. Hal ini berarti semua
variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.
b. Uji
t (Pengaruh Secara Parsial)
Bertujuan
untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara
parsial. Prosedur pengujian hipotesi dengan uji-t (Ghozalli, 2005) :
1) Menentukan
hipotesis
2) Membandingkan
probabilitas t-hitung dengan α = 5%
3) Kriteria
penerimaan dan penolakan hipotesis :
H0
ditolak jika p ≤ 0.05
H0
diterima jika p ≥ 0.05
c.
Uji Koefisien Determinasi (R2)
Nilai
R2 digunakan untuk mengukur tingkat kemampuan model dalam
menerangkan variasi variabel independen. Nilai koefisien determinasi adalah
antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan
variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel-variabel
dependen sangat terbatas. Nilai yang mendekati satu (1) berarti
variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan
untuk memprediksi variasi variabel independen.
Nilai
R2 digunakan untuk mengukur tingkat kemampuan model dalam
menerangkan variabel independen, tapi karena R2 mengandung kelemahan
mendasar, yaitu adanya bias terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan
ke dalam model, maka dalam penelitian ini menggunakan adjusted R2 berkisar antara 0 dan 1. Jika nilai adjusted R2 makin
mendekati 1 maka makin baik kemampuan model tersebut dalam menjelaskan variabel
dependen.
REFERENSI
Purwono,
Herry. 2011. Dasar-dasar Perpajakn &
Akuntansi Pajak. Jakarta : Erlangga
Siahaan,
Marihot Pahala. 2013. Pajak Daerah &
Retribusi Daerah Edisi Revisi. Jakarta : Rajagrafindo Persada
Erlina,
Sri Mulyani, 2007. Metedologi Penelitian
Bisnis, USU press, Medan.
Ghozalli,
Imam, 2005. Aplikasi Analisis
Multivariate dengan Program SPSS, Badan Penerbit Universitas Diponegoro,
Semarang.
_______,
Undang Undang nomor 12 tahun 2008 revisi kedua undang-undang nomor 22 tahun1999
tentang Pemerintahan Daerah
_______,
undang-undang nomor 28 tahun 2009 revisi kedua undang-undang nomor 18 tahun
1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
_______,
Peraturan Pemerintah nomo 91 tahun 2010 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
daerah
_______,
Peraturan Mentri Dalam Negeri nomor 37 tahun 2012 Pedoman Penyusunan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar